Jumat, 28 Februari 2014

Mencari Kebenaran Hingga Ujung


Individu-individu yang menemukan kebenaran -walaupun belum terlalu rinci- mempunyai ‘sejarah’ yang berbeda-beda satu dengan lainnya.  Pada umumnya beberapa tips-tips berikut memungkinkan bagi Anda untuk mencobanya dengan harapan kesuksesan dalam pencarian kebenaran akan tercapai.
  • Hendaklah Anda mencarinya dengan segenap potensi baik itu fisik, intelegensi, material, moral, dan spiritual.
Imam asy-Syafi’i menasehati muridnya dengan syairnya yang terkenal:
Saudaraku,
Ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan 6 hal
                                    Akan kukabarkan kepadamu penjelasannya dengan rinci
Kecerdasan, Motivasi tinggi, Kesungguhan,
Bekal, Bimbingan guru, dan Waktu yang lama
  • Hendaknya Anda selalu taslim yakni pasrah menerima & bersegera mengikuti ketika nampak kebenaran di hadapannya sekalipun terasa berat & berlawanan dengan apa yang telah Anda praktekkan selama ini. 
Taslim adalah tanda pencari kebenaran sejati, yang mencarinya bukan karena dunia atau kecocokan dengan dorongan keinginan kita.  Sebagaimana orang-orang beriman ketika diperintahkan sesuatu, maka mereka menjawab,
“Kami mendengar dan kami taat.”  (al-Baqarah: 285) 
Mereka taat dalam keadaan lapang & sempit, mereka tetap taat dalam keadaan senang & susah.  Inilah keimanan sejati.
Ucapan ini muncul karena orang-orang beriman memahami bahwa selalu ada kebenaran yang lolos dari diri mereka karena saking banyaknya kebenaran & saking terbatasnya kemampuan diri, sehingga mereka selalu membuka diri untuk kebenaran itu.
“Katakan:  Sekiranya lautan dijadikan tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, tentu habislah lautan ini sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu.”  (al-Kahfi: 109)
Sehingga Imam asy-Syafi’i berkata,
“Hendaklah setiap orang mempraktekkan Sunnah yang mereka ketahui karena pasti saja ada Sunnah yang terlewat olehnya.”
  • Hendaklah Anda tidak pernah berhenti mencarinya, hendaklah senang dengan pencarian hingga ke ujungnya.
‘Ujung’ bisa berarti ‘tempat’ yakni ujung dunia, atau bisa dimaknai sebagai ‘waktu’ yakni ujung usia, atau bisa pula diartikan sebagai ‘hakikat’ berarti ujung pencarian alias destinasi, dan ketiga-tiganya bisa saja masuk dalam kategori ini sekaligus.  Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata, 
“Menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat.”
  • Hendaklah Anda selalu meminta kepada Alloh agar menunjuki Anda menuju kebenaran.
Alloh telah mengisahkan kepada kita tentang bagaimana usaha bapak kita, Bapak Ahli Tauhid yakni Ibrohim ‘alaihi as-salam ketika dia mencari dengan sekuat kemampuan, dia mencari kebenaran, mencari Tuhannya yang hakiki.  Hingga dalam ujung usahanya, dia berkata,
“Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku tentu aku termasuk orang-orang yang sesat.”  (al-An’am: 77)
Demikianlah bapak kita, yang senantiasa lulus dalam ujian-ujian keimanan hingga mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Alloh dengan julukan kholilulloh ‘kekasih Alloh’, akan tetapi beliau sangat takut menyalahi kebenaran, tidak merasa aman terhadap dirinya, hingga kata-kata menjelang wafatnya beliau berkata,
“Jauhkan aku dan anak cucuku dari menyembah berhala.”  (Ibrahim: 35) 
  • Hendaklah Anda menerapkan kebenaran yang telah diperoleh sekecil apapun itu, setelah jelas dan yakin kebenaran itu.
“Demikianlah (al-Qur-an tidak diturunkan sekaligus) supaya Kami perkuat hatimu dengannya.”  (al-Furqan: 32)
  • Hendaklah Anda meminta Alloh untuk menambah dan menambah petunjuk kepada kita.
Alloh telah mewajibkan kepada kita untuk berdoa minimal 17 kali dalam sehari dalam setiap roka’at sholat,
“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus.”  (al-Fatihah: 5)
Ketika kita sudah ditunjuki, kita tetap diwajibkan untuk membacanya yang menunjukkan bahwa agar kita senantiasa minta diberi tambahan petunjuk, petunjuk di atas petunjuk.  Dan pahamilah bahwa manusia terkadang belak-belok jalannya.
  • Hendaklah Anda mendistribusikan kebenaran itu kepada orang lain semampu Anda lakukan: dengan benar, bijak, perkataan yang baik & cara yang tepat.
Ini adalah di antara wujud kasih sayang terhadap sesamanya, ingin Saudaranya juga mendapatkan kebahagiaan dari kebenaran itu, sama seperti yang telah kita dapatkan.  Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak beriman seseorang hingga mencintai Saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.”  (Diriwayatkan al-Bukhori & Muslim)
  • Hendaklah Anda bersabar & tegar atas semua hal itu sampai maut menjemput.
“Demi masa.  Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”  (al-‘Ashr: 1-3)

Barangkali muncul di dalam benak Anda pertanyaan semisal,
“Yang manakah kebenaran?“
“Apa itu jalan yang lurus?”


Kamis, 27 Februari 2014

Satu Daur Proses yang Berulang


        Pencarian jalan di antara banyaknya pilihan jalan yang mengantarkan kepada tujuan yang diharapkan seperti mencari jarum dalam jerami.  Proses yang berulang dalam usaha pencarian di kehidupan dunia hanya mengenal 2 hal, yakni: trial and error.  Mencoba lalu gagal, coba lagi gagal lagi, coba dengan modifikasi tetap gagal, demikian seterusnya hingga sukses, hampir sukses, atau masih gagal. 
Gagal, rugi, atau ungkapan negatif lainnya hakikatnya juga merupakan hasil dari usaha.  Hanya saja kita tidak mengharapkan hasilnya seperti itu.  Harapan kita, hasilnya adalah kesuksesan, dimana otak kita mencitrakannya dengan sesuatu yang positif & penuh optimisme.  Beda 2 hal itu terletak dari bagaimana cara memandang hasil itu.  Padahal Kegagalan dari usaha Anda adalah hal yang terbaik yang diberikan Allah kepada Anda.  Sekalipun kita membencinya di awalnya, kelak kita akan bahagia dengan pilihan Allah itu.
”Amat menakjubkan urusan orang mukmin itu.  Sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan baginya.  Dan kebaikan yang demikian itu tidak didapatkan kecuali hanya untuk orang mukmin saja.  Bila ia mendapatkan kelapangan, ia bersyukur maka hal itu adalah baik baginya.  Dan bila ia ditimpa oleh bencana, ia bersabar maka hal ini pun baik baginya.”  (Diriwayatkan Muslim)
Dalam do’a shalat istikharah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, akhir bunyinya adalah,
“Dan takdirkan untukku yang lebih baik kemudian jadikan aku rela dengannya.”  (Diriwayatkan al-Bukhari)
Kegagalan-demi kegagalan yang diperoleh di dunia yang dikarenakan usaha, atau karena kurangnya usaha, atau karena tidak adanya usaha menjadi ibrah ‘pelajaran’ bagi kita agar kita tidak gagal di akhirat karena di akhirat tidak mengenal 2 proses yang berulang, hanya 1 kali trial di dunia, 1 kali error atau success.  Trial di kehidupan dunia tidak bisa direvisi atau di-rewind, error masuk neraka, success bisa diartikan masuk Jannah. 
Orang-orang Kafir tidak memahami hakikat kehidupan dunia & akhirat sewaktu mereka hidup di dunia sekalipun.  Mereka berkata ketika naza’ ‘sekarat’ telah mereka rasakan,
“Wahai Rabb kami, kembalikan aku ke dunia, agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan.”  (al-Mukminun: 99-100)
Mereka mengira bisa mencoba lagi sebagaimana mereka melakukan trial and error berulang kali ketika di dunia ketika mencari bisnis yang hoki, job yang cocok, atau pasangan yang jodoh.
Hendaklah seorang mukmin mengambil pelajaran dari pengkhabaran Allah dalam al-Qur’an tentang orang kafir dengan tidak menganggap remeh kegagalan dalam mencari kebenaran, karena kegagalan dalam mendapatkan kebenaran bisa berakibat fatal di akhirat.

Rabu, 26 Februari 2014

Beginilah Kisah Sang Khalifah Menjaga Akidah Ummat

 
‘Umar bin al-Khoththob adalah kholifah yang lurus ke-2 sepeninggal Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam yang dijuluki Amirul Mu-minin, pemimpinnya orang-orang beriman. Dari kisah-kisah tentang beliau menunjukkan beliau sangat perhatian untuk menjaga aqidah/keyakinan umat agar tidak menyimpang dari penghambaan kepada Alloh kepada peribadahan kepada makhluk, di antaranya: 

Satu, Melakukan sholat istisqo’ di lapangan

Lho bukankah sholat istisqo’ memang tempatnya di lapangan? Ya betul. Harap diketahui, sholat istisqo’ itu adalah sholat yang dilakukan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika terjadi kekeringan. Kalau kata kita, sholat minta hujan. Pada masa pemerintahan ‘Umar, pernah terjadi kekeringan yang sangat di Madinah dan sekitarnya sehingga ‘Umar yang berdomisili di Madinah sebagai pusat pemerintahan, mengumpulkan para sahabat untuk berangkat ke lapangan, melakukan sholat, lalu menundukkan kepala menyesali dosa-dosa mereka agar Alloh menurunkan rohmat-Nya berupa hujan. Lha terus? 

Jadi ‘Umar mengajak para sahabat Nabi untuk sholat ke lapangan, bukan ke kuburan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, padahal orang yang ada dalam kubur adalah makhluk yang paling mulia di sisi Alloh, jauh lebih mulia ketimbang para wali dan orang sholeh yang kuburannya sering didatangi orang. Dan beliau dikubur di sisi Masjid Nabawi dimana ‘Umar berkhutbah mengajak para sahabat ketika beliau masih berada di dalam masjid Nabawi. Kenapa ‘Umar tidak menyuruh para sahabat menghadap kanan saja dan tidak ada sahabat yang usul demikian? Pahamilah hal ini, wahai Saudaraku. 

Dua, Meratakan kuburan seorang nabi

Ketika negeri Persia –sekarang Iran- ditaklukkan oleh para sahabat Nabi, salah seorang komandan melaporkan tentang adanya jasad seseorang yang diletakkan di atas semacam dipan di dalam baitul mal (semacam gudang Bulog) milik Hurmuzan, seorang pembesar bangsa Persia. Jasad itu seorang pria yang tubuhnya utuh seolah-olah sedang tidur. Di atas kepalanya ada kitab miliknya. Lalu ditanya kepada penduduk sekitar identitas pria tersebut. Ternyata beliau bernama Danial, seorang nabi Bani Isroil. Jika tidak turun hujan, penduduk daerah tersebut mengeluarkan jasad itu dari baitul mal hingga turun hujan. Jasad itu telah berada di tempat itu semenjak ratusan tahun. Lalu hal itu dilaporkan kepada ‘Umar. Apa yang dilakukan ‘Umar? 

Ternyata Umar memerintahkan ‘Ali bin Abi Tholib untuk membuat 13 lubang terpencar-pencar, lalu memerintahkan ‘Ali agar pada malam harinya meletakkan di salah satu lubang dan meratakan seluruhnya dengan tanah untuk mengelabui manusia dan tidak menandainya. ‘Ali bertanya kepada ‘Umar mengapa jasadnya tidak hancur. Lalu ‘Umar mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Alloh mengharamkan tanah untuk memakan jasad para nabi. Bukankah seorang nabi itu kemuliaannya di atas manusia pada umumnya? Apakah ‘Umar tidak menghormatinya? Justru ‘Umar menghormati ajarannya juga ajaran para nabi, yakni ajaran Tauhid, pengesaan Alloh tiada sekutu bagi-Nya, dengan menutup pintu-pintu kesyirikan. 

Tiga, Menebang pohon bersejarah

Saat kaum muslimin berjaya pada masa ‘Umar, banyak di antara orang awam yang berwisata dan semacam napak tilas di tempat-tempat bersejarah, semacam mengenang jasa para pahlawan atau tirakatan, di antaranya adalah di pohon bidara dimana di bawah pohon tersebut para sahabat pernah berbai’at sumpah setia kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam sebelum penaklukkan Makkah. Ketika mengetahui hal tersebut, ‘Umar langsung memerintahkan para sahabat untuk menebang pohon tersebut. 

Empat, Memberhentian Kholid dari jabatan panglima

Kholid bin al-Walid adalah panglima perang yang dalam setiap peperangan yang dipimpinnya hampir tidak pernah mengalami kekalahan. Beliaulah orang yang sebelum keislamannya pernah mengacau-balaukan barisan kaum muslimin pada Perang Uhud, hingga setelah keislamannya beliau menjelma menjadi seorang yang dijuluku Saifulloh al-Maslul, yakni pedang Alloh yang selalu terhunus. Ketika pada masa ‘Umar menjadi kholifah, di tengah-tengah peperangan, beliau mencopot jabatan Kholid dari panglima dikarenakan kaum muslimin senantiasa mengelu-elukannya. 

Saat kaum muslimin sudah tidak terlalu mengkultuskannya, ‘Umar bermaksud hendak mengangkatnya kembali menjadi panglima namun niat ini tidak kesampaian dikarenakan Kholid keburu wafat. 

Lima, Menyurati Sungai Nil

Ada kisah unik dalam kisah penaklukan Mesir.  Ketika itu ‘Amr bin Ash, panglima perang yang ditugaskan ‘Umar untuk memimpin penaklukan Mesir mendapati bahwa Sungai Nil sedang mengalami kekeringan. Sesuai tradisi orang Mesir bahwa jika Sungai Nil mengalami kekeringan, maka dikorbankan remaja putri yang masih perawan untuk dikorbankan sebagai tumbal hingga sungai Nil kembali berair. 

Kemudian ‘Amr menyurati ‘Umar dan melaporkan hal itu. Lalu ‘Umar membalas surat ‘Amr yang berisi perintah untuk melemparkan semacam surat yang telah ditulis ‘Umar ke Sungai Nil. Sebelum melemparkannya, ‘Amr membacanya terlebih dahulu. Ternyata surat itu benar-benar ditujukan kepada Sungai Nil dari ‘Umar bin Khoththob. Isinya bahwa: Jika engkau mengalir karena kehendakmu maka kami tidak butuh dirimu. Tapi jika engkau mengalir karena kehendak Alloh maka kami akan meminta kepada Alloh agar mengalirkannya. 

Sejak saat itu hingga saat ini Sungai Nil tidak pernah kering dan tidak pernah ada lagi remaja perempuan yang dikorbankan menjadi tumbal bagi Sungai Nil. 

Ingatlah sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam agar mengikuti 2 orang sepeninggal beliau, yakni Abu Bakar dan ‘Umar. Juga dalam sabdanya yang lain bahwa wajib atas kita berpegangteguh kepada sunnah beliau dan sunnah kholifah-kholifah yang lurus sepeninggal beliau.